Medali emas sebagai reputasi tertinggi bagi seorang atlit ternyata mampu mendobrak dinding kerbatasan menjadi sebuah aksi yang mungkin. Perhatikan bagaimana para atlit angkat berat yang pada kondisi tubuhnya sebahagian hampir tidak berfungsi bahkanpun tidak sama sekali dikarenakan amputi maupun folio yang diderita semenjak terlahir tapi bisa mengangkat beban yang beratnya puluhan hingga ratusan kilogram (bench press) untuk kategori pria dan wanita. Bukan hanya itu saja selain cacat tubuh (tuna daksa) terdapat pula atlit cacat netra yang turun dicabang olahraga catur (catur klasik, blind chess, open) yang hanya meraba namun mampu memainkan dengan baik permainan catur dan yang lebih hebatnya permainan tersebut dilakukan juga dengan tidak meraba.
Kehebatan yang ditunjukkan oleh para atlit cacat adalah bukan hal yang mengada-ngada semata, sekembalinya atlit BPOC Sumut dari Kalimantan Timur dalam even Porcanas XIII yang dilaksanakan dibulan Agutus lalu membuktikan bahwa mereka adalah pahlawan. Pahlawan yang mampu memberikan bukti nyata bukan hanya omong semata.
Berjalan hanya dengan diam, walau dibahu memanggung segudang prestasi itulah yang fakta yang dijalani dalam kehidupan para atlit-atlit BPOC Sumut. Berprestasi kendati harus ada diskriminasi adalah bukan sebuah halangan untuk maju. Berprofesi sebagai atlit penyandang cacat memang harus bersiap dengan pandangan miring dan rela untuk mengrobankan yang mereka cintai.
1 komentar:
Sukses untuk BPOC Sumut semoga dengan kontribusi yang sedikit bisa menunjukkan prestasi yang gemilang
Posting Komentar